dilamedia.com, Gempa berkekuatan 6,0 Skala Richter mengguncang Kabupaten Poso pada Minggu pagi, 17 Agustus 2025, pukul 06.38 WITA. Getaran gempa ini tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik, seperti robohnya sebuah gereja dan melukai empat warga, tetapi juga menjadi peringatan serius akan potensi bencana besar dari zona megathrust di wilayah Sulawesi Tengah.
Gempa terjadi di zona subduksi aktif, tempat bertemunya Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, yang oleh para ahli geologi dikategorikan sebagai kawasan dengan risiko gempa besar yang tinggi.
Faisal Tahadju, Analis Bencana dari BPBD Kabupaten Morowali Utara, menegaskan bahwa gempa hari ini harus menjadi alarm bagi semua pihak.
"Zona megathrust Sulawesi memiliki potensi memicu gempa berkekuatan lebih dari 8,0 SR. Gempa ini kemungkinan hanya tremor pendahuluan," ujarnya.
Dampak gempa paling terasa di Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso. Berdasarkan laporan asesmen yang dilakukan oleh tim Saripudin A., gempa ini terjadi pada pukul 06.30 WITA dengan koordinat 1.30 LS dan 120.62 BT, kedalaman 10 km, serta magnitudo 6,0. Dampak terhadap penduduk menunjukkan 12 orang mengalami luka berat dengan patah tulang dan kondisi kritis, 8 orang luka sedang akibat benturan, serta 10 orang luka ringan karena gesekan. Tidak ada korban meninggal atau pengungsian yang dilaporkan.
Kerusakan infrastruktur tercatat pada satu rumah ibadah di Dusun 1 Masani yang roboh, serta gedung wallet di Dusun Wera Lulu yang juga terdampak. Catatan tambahan menyebutkan bahwa gereja yang roboh adalah bangunan lama yang sedang dalam proses renovasi, namun bangunan lama tersebut belum dibongkar dan masih digunakan untuk beribadah.
Upaya penanganan sementara sudah dilakukan, termasuk evakuasi korban ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Poso dan Puskesmas Tokorondo. Koordinasi dengan BPBD, BNPB, TNI, dan Polri juga telah berjalan, namun hingga saat ini belum didirikan posko darurat di lokasi.
Meski respons cepat telah dilakukan, sejumlah masalah sistemik masih menghambat penanganan bencana, seperti lambatnya distribusi logistik ke daerah terpencil, rendahnya pemahaman masyarakat tentang prosedur evakuasi, dan cakupan alat peringatan dini yang belum merata.
Faisal Tahadju menambahkan bahwa langkah nyata harus segera diambil. Masyarakat di wilayah rawan gempa harus mendapatkan pelatihan rutin dan perlengkapan darurat standar. Selain itu, integrasi data antara BMKG, BNPB, dan pemerintah daerah perlu diperkuat agar respons bencana lebih terkoordinasi.
"Peristiwa di Poso hari ini mengingatkan kita bahwa ancaman megathrust bukan sekadar teori. Kita hidup dalam bayang-bayang ancaman nyata setiap saat," tegas Faisal.
Pesan penting dari kejadian ini adalah kesiapsiagaan bukan pilihan, melainkan keharusan bagi bangsa yang berada di Cincin Api Pasifik.
Sumber: dilamedia.com
Editor: Putri Adella Maharani
Post a Comment
Berikan Komentar Anda